bathing beauty’s of Race Queen. In swimsuits and a variety of poses















setelah pisah saya tinggal bersama ortu. hari2 ku penuh dengan rasa penyesalan. 3 bulan berlalu saya dengan istri mulai saling berhubungan lagi sampai suatu hari kedapatan ada cewek telepon dan kami pun bertengkar sampai istri saya membakar tangannya dengan rokok dan saat itu saya juga merasa bersalah akhirnya karena sifat saya yang cuek pun sampai kami pun tidak saling berhubungan sampai setahun selama itu pula hidup saya makin hari makin berantakan sampai utang dimana2 menumpuk karena kalah judi bola.oh iya salah satu penyebab saya pisah karena saya suka judi. saya saat ini untuk mencari kerja sudah patah semangat karena masalah hubungan dengan istriku. untuk jaga toko punya orang tua saja udah tidak semangat.
sekarang ini saya hanya bisa susahkan orang tua saya dan banyak orang dengan segala beban utang.
sekarang pun hubungan saya dengan istri sudah mulai terjalin lagi tapi sudah tidak seperti dulu lagi.yang membuat saya bingun kenapa samapai sekarang istri saya masih juga memaafkan dan mau menerima saya apa adanya,padahal saat ini saya sedang susah baik keuangan maupun kehidupan yang berantakan. akhirnya semua penyesalanku terhadap hubungan rumah tanggaku bertambah besar.saya menyesal dulu sudah tinggalkan istriku yang hatinya tulus kepada saya.padahal dulu kalau dia mau menikahi orang kaya dan lebih baik dari saya dia bisa tapi dia rela nikah dengan saya dan menerima saya dalam hatinya.sampai sekarang untuk kembali sama dia saya yang jadi takut untuk kecewakan istriku lagi. saya tidak mau segala yang sekarang saya alami dia alami juga.
baru-baru saya bicara telepon dengan istriku ternyata sekarang saya yakin bahwa dia benar-benar masih tulus cinta dengan saya karena saat saya dimasa kehancuran dia masih tetap mendukung saya untuk tetap semangat,dia melarang saya dengan segala nasehat terhadap kelakuan buruk saya yang masih main judi,terus di beri juga saya dukungan untuk mencari kerja yang halaldan berusaha menhilangkan gengsi yang ada pada diriku.dia mau sy memulai dari bawah lagi.
saya tidak sangka atas dukungan yang dia berikan.apakah dia juga masih mengharap untuk mendampingi hidupku lagi? itulah yang jadi pertanyaan dalam hatiku sekarang kalau memang dia masih tulus terhadap sy maka mulai sekarang saya pun akan berusaha memperbaiki diri,agar kelak kehidupan kami pun lebih bagus dari kemarin-kemarin. karena dalam hati aku juga sudah bosan dengan kehidupanku yang hanya tahu hura-hura.
Selepas SMA, Fenti, waktu itu 20 tahun, melanjutkan studinya ke Akademi Sekretheris ternama di Bandung. Dengan wajah sangat mengnafsukan, tubuh tinggi semampai, dan kemampuan akademis yang cukup baik, pantaslah kalau Fenti memasuki akademi tersebut. Pacar Fenti sejak SMA, Ganjar, tetap setia dan makin serius dalam menjalin hubungan dengan Fenti.
“Mau kemana lagi, Fen?” tanya Ganjar sambil melirik ke Fenti.
“Pulang, ah.. Aku capek sehabis ujian tadi,” jawab Fenti sambil bersandar pada jok mobil, matanya terpejam.
Ganjar sekilas melirik pada paha Fenti yang putih mulus. Rok mini yang dipakai Fenti naik tersingkap dengan posisi duduk Fenti tersebut.
“Fen, kita ke motel dulu, ya..?” ajak Ganjar.
“Yee, kamu horny ya?” kata Fenti melirik Ganjar sambil tersenyum.
“Habisnya aku tidak tahan melihat kamu…” kata Ganjar sambil tersenyum pula.
“Ya telah, mau dimana?” tanya Fenti sambil tangannya mengelus paha Ganjar yang sgilag mengemudi.
Ganjar tak menjawab. Hanya senyuman saja yang tampak di wajahnya sedangkan mobil diarahkannya menuju sebuah motel..
“Buka dong semua baju kamu,” kata Ganjar sedangkan dia sendiri melepaskan semua bajunya.
“Ih dasar otak horny!” kata Fenty tersenyum sambil melepas seragam kusarihnya.
“Aku cinta kamu..” kata Ganjar sambil mendekap tubuh telanjang Fenti dheri belakang.
Satu tangan meremas toket Fenty, sedangkan satu tangan mengelus dan mengusap memeknya.
“Mmhh…” desah Fenty sambil terpejam. Tangan Fenty menggenggam kontol Ganjar yang telah tegak dan sesekali mengenai belahan pantatnya.
“Mmhh.. Enak akung…” bisik Ganjar ketika Fenty mengocok kontolnya.
Fenty tersenyum dan langsung membalikkan badannya menghadap Ganjar lalu mengecup bibirnya. Ganjar membalas kecupan bibir Fenty dengan hangat.
“Hjilat, dong…” bisik Ganjar di telingan Fenty.
Fenty tersenyum sambil merendahkan badannya dan langsung berjongkok. Wajahnya tepat di depan kontol Ganjar yang telah berdiri tegak. Lidah Fenty mulai menjilati kepala kontol Ganjar sedangkan tangannya tetap mengocok kontolnya.
“Ohh.. Enak akung…” bisik Ganjar sambil memompa kontolnya slow ketika Fenty mulai mengulum kontol kontolnya.
Jilatan, hjilatan serta kocokan tangan Fenty pada kontolnya membikin Ganjar menggelinjang membatalkan nikmat.
“Gantian dong…” kata Fenty sambil bangun setelah beberapa waktu.
Fenty bersandar ke dinding sambil berdiri. Ganjar jongkok lalu diciumnya jembut Fenty. Fenty memejamkan matanya dan melebarkan kakinya ketika lidah ganjar mulai menelusuri belahan memeknya.
“Oww.. Enak banget, akung,” kata Fenty sambil memegang kepala Ganjar dan mendesakan ke memeknya.
Pinggulnya bergerak naik turun ketika lidah Ganjar bermain di lubang memek dan kelentitnya tukaran.
“Ohh.. Sshh…” desah Fenty merasakan kepuasan yang tak terhingga.
Fenty terpejam dan mendongak sambil mendesakkan kepala Ganjar lebih keras ke memeknya ketika ada sesuatu yang sangat nikmat tiada tara yang mau keluar..
“Ohh.. Ohh.. Ohh…” Fenty menjerit slow tertahan ketika mencapai puncak klimaknya.
Terasa ada yang muncrat hangat enak di dalam memeknya.
“Mmhh.. Enak sekali akung,” kata Fenty sambil agak membungkuk lalu mencium bibir Ganjar yang masih basah oleh cairan memeknya.
Ganjar sepertinya telah tidak tahan lagi. Setelah membalas ciuman Fenty sedetik, segera ditheriknya tubuh Fenty ke atas ranjang. Fenty telentang sambil membuka kakinya lebar. Dengan tak sabar Ganjar segera menaiki tubuhnya lalu mengarahkan kontolnya ke memek Fenty. Tangan Fenty segera menggenggam dan membimbing kontol Ganjar ke lubang memeknya. Dengan sekali desakan, kontol Ganjar telah masuk ke memek Fenty. Kontol Ganjar keluar masuk memek Fenty disertai bunyi khas..
“Mmhh…” Fenty mendesah sambil terpejam sedangkan pinggulnya berputar mengimbangi gerakan Ganjar.
“Enak sekali, akungghh…” desah Ganjar.
Setelah beberapa waktu dan beberapa posisi bersetubuh mereka lakukan, Ganjar hampir mencapai puncak kepuasannya. Kontol Ganjar makin cepat keluar masuk memek Fenty. Ketika puncaknya, Ganjar segera mencabut kontolnya lalu turun dan berdiri di pinggir ranjang. Fenty yang telah terbiasa, langsung mengerti. Kontol Ganjar yang masih basah oleh cairan memeknya segera dikulum han dihjilat kuat sambil dikocok slow. Ganjar terpejam sambil memegang kepala Fenty dan mendesakkan kontolnya agak dalam ke mulut Fenty. Tak lama, crott! Crott! Crott! Air mani Ganjar tumpah di dalam mulut Fenty yang terus menghjilat kontolnya.
“Wohh.. Enak sekali, akung,” ujar Ganjar dengan nafas berat.
Fenty tersenyum sambil menjilati kontol dan kepala kontol Ganjar dheri sisa air maninya yang masih menempel. Lalu mereka saling mencium..
“Cepat balik ah…” kata Fenty setelah mereka selesai berbaju dan merapikan diri.
“Ya akung…” kata Ganjar sambil menggandeng Fenty keluar kamar.
Sesampai di rumah, Ganjar segera balik setelah berpamitan kepada Papa dan mama Fenty.
“Lama amat sih, Fen?” tanya mamanya.
“Iya, mam.. Tadi kami nyimpang dulu ke tempat makan,” kata Fenty ringan sambil segera ke kamarnya untuk ganti baju.
Malam hherinya, ketika mereka sgilag nonton TV, Papa dan Mama Fenty segera bangun dheri tempat duduk karena telah waktunya jam tidur.
“Kamu jangan terlalu malam begadang, nanti sakit kepala,” kata mamanya kepada Fenty.
“Iya, Mam.. Tanggung nih film sgilag seru-serunya,” kata Fenty sambil matanya terus melihat TV.
Lalu mereka segera masuk kamar. Setelah beberapa menit, telinga Fenty mendengar ranjang berderit berulang-ulang. Sebetulnya Fenty telah mengerti apa yang sgilag terjadi di kamar orang tuanya. Fenty bersikap cuek saja di mulai. Tapi rasa penasaran dihatinya membikin Fenty ingin mengintip mereka. Segera fenty bangun lalu mengendap mengintip dheri lubang kunci. Walaupun gak begitu jelas tapi Fenty dapat melihat Papa Mamanya sgilag bersetubuh.
Darah Fenty berdesir karenanya. Ketika mata Fenty melihat buah zakar dan kontol papanya yang keluar masuk memek Mamanya, darahnya makin berdesir. Matanya lebih jelas lagi melihat kontol papanya ketika mereka telah selesai bersetubuh, papanya bangun dan mengelap kontolnya yang basah. Tampak jelas di mata Fenty betapa kontol papanya lebih besar dheri kontol Ganjar. Fenty segera berdiri, mematikan TV lalu segera bergegas masuk kamarnya. Di atas ranjang, Fenty tidak bisa memejamkan matanya. Terbayang terus persetubuhan Papa Mamanya tadi, terlebih ketika terbayang kontol Papanya yang besar.. Perasaan Fenty jadi gelisah.
Sejak detik itu Fenty secara sadar arau tidak selalu melihat gerak gerik Papanya. Apalagi bila Papanya cuma menggunakan kolor saja. Mata Fenty selalu mencuri pandang ke paha dan selangkangan Papanya. Papa Fenty waktu itu berumur 43 tahun. Badannya bersih dan tegap.
Suatu malam..
“Pijitin pundak Papa, Fen.. Pegal amat,” kata Papa Fenty waktu mereka nonton TV.
“Kalau begitu Papa duduk di bawah biar Fenty gampang mijitnya,” kata Fenty.
Papanya segera turun dheri kursi lalu duduk di lantai. Fenty segera memijit pundak Papanya sambil nonton TV.
“Mama ngantuk ah.. Mau tidur duluan, Pa…” kata Mamanya sambil bangun dan menuju kamarnya.
“Fenty akung Papa,” bisik Fenty sambil mteriakkulkan tangannya ke leher Papanya.
“Nah, biasanya suka ada maksudnya kalau kamu telah begini,” kata Papanya sambil tersenyum dan menoleh ke Fenty.
“Mm.. Fenty tidak minta apa-apa kok, Pa…” bisik Fenty lagi manja.
“Fenty cuma mau bilang kalau Fenty akung Papa,” kata Fenty sambil mencium pipi Papanya.
Papanya diam sambil tersenyum sambil tanganya memegang tangan Fenty yang sgilag mendekap dirinya dheri belakang.
“Tumben kamu manja begini,” kata Papanya sambil menoleh dan menatap Fenty lama.
Fenty tersenyum lalu mencium pipi Papanya lagi berkali-kali. Darah Fenty mulai berdesir.
“Ada apa sih, Fen?” kata Papanya lagi sambil tersenyum.
Ucapan Papanya tidak bisa terus ketika bibir mungil Fenty mengecup bibirnya.
“Fenty sangat akung Papa,” bisik Fenty lirih sambil bibirnya melumat hangat bibir Papanya.
Papa Fenty pada di mulai kaget atas tindakan putrinya ini, tapi lama kelamaan sentuhan hangat bibir Fenty bisa menghangatkan perasaan dan nafsunya. Dibalasnya ciuman Fenty dengan hangat pula.
“Mm…” suara Fenty terdengar slow.
Papa Fenty bangun lalu duduk berhadapan dengan Fenty. Kembali dilumat bibir Fenty dengan agak panas. Fentypun membalasnya dengan agak panas pula. Tangan Fenty bergerak ke arah selangkangan Papanya. Sambil tetap saling mencium diremasnya slow kontol Papanya. Terasa kontol Papanya mulai bergerak tegak dan tegang..
“Fenty akung Papa,” kembali Fenty berbisik.
“Papa juga sama…” kata Papanya dengan nafas memburu.
“Jangan disini, Pa.. Nanti Mama tahu,” kata Fenty sambil bangun dan menherik tangan Papanya ke kamar belakang.
Papanya menurut mengikuti Fenty. Fenty langsung mendekap dan melumat bibir Papanya dengan sarir, Papanyapun membalasnya makin panas. Tangan Fenty mulai berani ditoketpkan dan masuk ke celana kolor Papanya, lalu tanpa ragu menggenggam dan meremasnya slow.
“Mmhh…” suara Papanya tertahan karena masih saling mencium.
Fenty kemususan melepaskan pelukannya lalu merendahkan tubuhnya hingga jongkok. Diperosotkan celana kolor Papanya sampai lutut hingga kontol besarnya yang tegak tampak di depan wajahnya. Fenty mengocok slow kontol Papanya lalu segera mengulumnya. Papanya terpejam sambil memegang kepala Fenty.
“Ohh…” desah Papanya.
Dimaju mundurkan kontolnya di dalam mulut Fenty. Setelah beberapa lama, tubuh Papanya bergetar lalu… Crott! Crott! Crott! Air mani Papanya moncrot di dalam mulut Fenty. Fenty dengan tenang menelannya habis. Fenty lalu berdiri sambil tersenyum.
“Fenty pengen, Pa..” pinta Fenty berbisik.
“Tidak bisa sekarang akung,” kata Papanya sambil membetulkan celananya.
“Kapan, Pa?” kata Fenty sambil mendekap dan mengecup bibir Papanya.
“Kamu balik kusarih jam berapa?” tanya Papanya.
“Jam 11, Pa…”
“Kalau begitu Papa jemput kamu di kampus jam 12 untuk makan siang, lalu kita cheri tempat…” kata Papanya sambil tersenyum.
“Iya, Pa…” kata Fenty sambil tersenyum pula.
“Kasih tahu pacar kamu untuk tidak jemput, ya?” kata Papanya. Fenty mengangguk.
“Sekarang tidurlah,” kata Papanya sambil mencium bibir Fenty mesra.
Besok hherinya sesuai dengan rencana, Fenty dijemput di kampus.
“Mau makan siang dimana?” tanya Papanya.
“Tidak usah makan siang, Pa…” kata Fenty manja.
“Langsung saja…” kata Fenty tersenyum.
Papa Fentypun tersenyum. Mobil langsung di arahkan ke panasel. Di dalam kamar, mereka langsung saling mencium. Fenty menatap mata Papanya lalu melepas kancing kemeja Papanya satu demi satu.
“Biar Papa buka sendiri biar cepat. Waktu kita sedikit akung. Papa wajib segera ke kantor lagi,” kata Papanya sambil tersenyum lalau melepas semua bajunya.
Fenty juga sama. Tubuh Fenty telentang di atas ranjang. Papanya segera duduk di pinggir ranjang. Tangannya mulai mengelus dan meremas toket Fenty. Fenty terpejam menikmati belaian Papanya itu. Sementara tangannya dengan segera meraih kontol Papanya yang telah tegang besar. Diremas dan dikocoknya slow. Tangan Papanya mulai turun ke memek Fenty. Diusap dan di gosoknya memek Fenty dengan mesra. Lalu salah satu jherinya mulai memainkan kelentit dan lubang memeknya tukaran. Fenty terpejam sambil menggigit bibir sedangkan tangannya tak henti mengocok kontol Papanya.
“Cepat masukkan, Pa…” pinta Fenty.
Papanya tersenyum lalu bangun dan segera menaiki tubuh anaknya. Disentuhkan kontolnya ke memek ke belahan memek Fenty. Fenty menatap mata Papanya sambil tangannya segera meraih kontol dan mengarahkan ke lubang memeknya. Dengan sedikit desakan, kontol Papanya perlahan masuk ke memek Fenty. Fenty terpejam merasakan rasa nikmat dheri orang yang sangat diakunginya. Tak terasa air matanya mengalir di pipi.
“Ada apa akung?” tanya Papanya sambil terus memompa kontolnya.
“Fenty sangat bahagia bisa bersama Papa detik ini,” kata Fenty sambil mendekap erat Papanya.
“Fenty sangat akung Papa,” bisik Fenty.
“Papa juga sangat akung kamu,” kata Papanya.
Fenty tersenyum sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggul Papanya. Kenikamatan dan sensasi yang sangat luar biasa dirasakan oleh Fenty detik itu. Siang itu Fenty dan Papanya dengan sarir bersetubuh bermandi peluh dan rintihan serta jeritan kepuasan. Sampai akhirnya terasa kontol Papanya berdenyut tanda akan mencapai klimak. Dicabutnya kontol dheri memek Fenty lalu digesek-gesekan ke belahan memeknya. Tapi Fenty dengan segera bangun dan langsung menghjilat serta mengocok kontol Papanya sampai akhirnya.. Crott! Crott! Air mani Papanya muncrat banyak di dalam mulut Fenty. Fenty menelannya dengan tenang lalu tersenyum. Papanya lalu mencium bibir Fenty.
“Kamu hebat akung…” bisik Papanya.
“Lebih hebat dheri Mama kamu,” kata Papanya lagi.
“Fenty akung Papa…” bisik Fenty sambil tersenyum.
- - - TAMAT.
Indi seperti tidak mendengar ucapanku, dia masih tetap saja memaju-mundurkan kepalanya.
Mendapat perlakuannya, akhirnya aku tidak kuat juga, aku sudah tidak kuat lagi menahannya,”Ndi, Aku mau keluar.. akhh..!”
Indi cuek saja, dia malah menyedot batang kemaluanku lebih keras lagi, hingga akhirnya, “Croott.. croott..!”
Aku menyemburkan lahar panasku ke dalam mulut Indi. Dia menelan semua cairan spermaku, terasa agak ngilu juga tetapi nikmat.
Setelah cairannya benar-benar bersih, Indi kemudian berdiri, kemudian dia membuka semua pakaiannya sendiri, sampai akhirnya dia telanjang bulat. Kemudian dia menghampiriku, menciumi bibirku.
“Puasin Aku Rick..!” katanya sambil memeluk tubuhku, kemudian dia menuju tempat tidur.
Sampai disana dia tidur telentang. Aku lalu mendekatinya, kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi bibirnya, kemudian kujilati belakang telinga kirinya.
Dia mendesah keenakan, “Aahh..!”
Mendengar desahannya, aku tambah bernafsu, kemudian lidahku mulai menjalar ke payudaranya. Kujilati putingnya yang sebelah kiri, sedangkan tangan kananku meremas payudaranya yang sebelah kiri, sambil kadang kupelintir putingnya.
“Okkhh..! Erick sayang, terus Rick..! Okhh..!” desahnya mulai tidak menentu.
Puas dengan bukit kembarnya, badanku kugeser, kemudian kujilati pusarnya, jilatanku makin turun ke bawah. Kujilati sekitar pangkal pahanya, Indi mulai melenguh hebat, tangan kananku mulai mengelus bukit kemaluannya, lalu kumasukkan, mencari sesuatu yang mungkin kata orang itu adalah klitoris. Indi semakin melenguh hebat, dia menggelinjang bak ikan yang kehabisan air. Kemudian aku mulai menjilati bibir kemaluannya, kukuakkan sedikit bibir kemaluannya, terlihat jelas sekali apa yang namanya klitoris, dengan agak sedikit menahan nafas, kusedot klitorisnya.
“Aakkhh.. Rick..,” Indi menjerit agak keras, rupanya dia sudah orgasme, karena aku merasakan cairan yang menyemprot hidungku, kaget juga aku.
Mungkin ini pengalaman pertamaku menjilati kemaluan wanita, karena sebelumnya aku tidak pernah. Aku masih saja menjilati dan menyedot klitorisnya.
“Rick..! Masukin Rick..! Masukin..!” pinta dia dengan wajah memerah menahan nafsu.
Aku yang dari tadi memang sudah menahan nafsu, lalu bangkit dan mengarahkan senjataku ke mulut kemaluannya, kugesek-gesekkan dulu di sekitar bibir kemaluannya.
“Udah dong Rick..! Cepet masukin..!” katanya manja.
“Hmm.., rupanya ni cewek nggak sabaran banget.” kataku dalam hati.
Kemudian kutarik tubuhnya ke bawah, sehingga kakinya menjuntai ke lantai, terlihat kemaluannya yang menyembul. Pahanya kulebarkan sedikit, kemudian kuarahkan kemaluanku ke arah liang senggama yang merah merekah. Perlahan tapi pasti kudorong tubuhku.
“Bless..!” akhirnya kemaluanku terbenam di dalam liang kemaluan Indri.
“Aaakkhh Rick..!” desah Indi.
Kaget juga dia karena sentakan kemaluanku yang langsung menerobos kemaluan Indi.
Aku mulai mengerakkan tubuhku, makin lama makin cepat, kadang- kadang sambil meremas- remas kedua bukit kembarnya. Kemudian kubungkukkan badanku, lalu kuhisap puting susunya.
“Aakkhh.., teruss.., Sayangg..! Teruss..!” erang Indi sambil tangannya memegang kedua pipiku.
Aku masih saja menggejot tubuhku, tiba- tiba tubuh Indi mengejang, “Aaakkhh.. Eriicckk..!”
Ternyata Indi sudah mencapai puncaknya duluan.
“Aku udah keluar duluan Sayang..!” kata Indi.
“Aku masih lama Ndi..,” kataku sambil masih menggenjot tubuhku.
Kemudian kuangkat tubuh Indi ke tengah tempat tidur, secara spontan, kaki Indi melingkar di pinggangku. Aku menggenjot tubuhku, diikuti goyangan pantat Indi.
“Aakkhh Ndi.., punya Kamu enak sekali.” kataku memuji, Indi hanya tersenyum saja.
Aku juga heran, kenapa aku bisa lama juga keluarnya. Tubuh kami berdua sudah basah oleh keringat, kami masih mengayuh bersama menuju puncak kenikmatan. Akhirnya aku tidak kuat juga menahan kenikmatan ini.
“Aahh Ndi.., Aku hampir keluar..,” kataku agak terbata-bata.
“Aku juga Rick..! Kita keluarin sama-sama ya Sayang..!” kata Indi sambil menggoyang pantatnya yang bahenol itu.
Goyangan pantat Indi semakin liar. Aku pun tidak kalah sama halnya dengan Indi, frekuensi genjotanku makin kupercepat, sampai pada akhirnya, “Aaakkhh.., Ericckk..!” jerit Indi sambil menancapkan kukunya ke pundakku
.
“Aakhh, Indii.., Aku sayang Kamuu..!” erangku sambil mendekap tubuh Indi.
Kami terdiam beberap saat, dengan nafas yang tersenggal-senggal seperti pelari marathon.
“Kamu hebat sekali Rick..!” puji Indi.
“Kamu juga Ndi..!” pujiku juga setelah agak lama kami berpelukan.
Kemudian kami cepat- cepat memakai pakain kami kembali karena takut adik tunangannya Indi keburu datang.
“Ada apa Ndi..? Minumannya sudah habis juga..?” kataku pura-pura bodoh.
“Rick, Kamu mau nolongin Aku..?” ucap Indi seperti memelas.
“Iyaa.., ada apa Ndi..?” jawabku.
“Aku.., Aku.. pengen bercinta Rick..?” pinta Indi.
“Hah..!” kaget juga aku mendengarnya, bagai petir di siang hari, bayangkan saja, baru juga satu jam yang lalu kami berkenalan, tetapi dia sudah mengucapkan hal seperti itu kepadaku.
“Ka.., Kamu..?” ujarku terbata-bata.
Belum juga kusempat meneruskan kata- kataku, telunjuknya langsung ditempelkan ke bibirku, kemudian dia membelai pipiku, kemudian dengan lembut dia juga mencium bibirku. Aku hanya bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Walaupun ini mungkin bukan yang pertama kalinya bagiku, namun kalau yang seperti ini aku baru yang pertama kalinya merasakan dengan orang yang baru kukenal.
Begitu lembut dia mencium bibirku, kemudian dia berbisik kepadaku, “Aku pengen bercinta sama Kamu, Rick..! Puasin Aku Rick..!”
Lalu dia mulai mencium telinganku, kemudian leherku, “Aahh..!” aku mendesah.
Mendapat perlakuan seperti itu, gejolakku akhirnya bangkit juga. Begitu lembut sekali dia mencium sekitar leherku, kemudian dia kembali mencium bibirku, dijulurkan lidahnya menjalari rongga mulutku. Akhirnya ciumannya kubalas juga, gelombang nafasnya mulai tidak beraturan. Cukup lama juga kami berciuman, kemudian kulepaskan ciumannya, kemudian kujilat telinganya, dan menelusuri lehernya yang putih bak pualam.
Ia mendesah kenikmatan, “Aahh Rick..!”
Mendengar desahannya, aku semakin bernafsu, tanganku mulai menjalar ke belakang, ke dalam t- shirt-nya. Kemudian kuarahkan menuju ke pengait BH-nya, dengan sekali sentakan, pengait itu terlepas.
Kemudian aku mencium bibirnya lagi, kali ini ciumannya sudah mulai agak beringas, mungkin karena nafsu yang sudah mencapai ubun- ubun, lidahku disedotnya sampai terasa sakit, tetapi sakitnya sakit nikmat.
“Rick.., buka dong bajunya..!” katanya manja.
“Bukain dong Ndi..,” kataku.
Sambil menciumiku, Indi membuka satu persatu kancing kemeja, kemudian kaos dalamku, kemudian dia lemparkan ke samping tempat tidur. Dia langsung mencium leherku, terus ke arah puting susuku.
Aku hanya bisa mendesah karena nikmatnya, “Akhh.., Ndi.”
Kemudian Indi mulai membuka sabukku dan celanaku dibukanya juga. Akhirnya tinggal celana dalam saja. Dia tersenyum ketika melihat kepala kemaluanku off set alias menyembul ke atas.Indi melihat wajahku sebentar, kemudian dia cium kepala kemaluanku yang menyembul keluar itu. Dengan perlahan dia turunkan celana dalamku, kemudian dia lemparkan seenaknya. Dengan penuh nafsu dia mulai menjilati cairang bening yang keluar dari kemaluanku, rasanya nikmat sekali. Setelah puas menjilati, kemudian dia mulai memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya.
“Okhh.. nikmat sekali,” kataku dalam hati, sepertinya kemaluanku terasa disedot-sedot.
Indi sangat menikmatinya, sekali- sekali dia gigit kemaluanku.
“Auwww.., sakit dong Ndi..!” kataku sambil agak meringis.
BERSAMBUNG - - -
Cerita Seks Bugil ini merupakan hal baru buak saya, kenikmatan ini terjadi 2 tahun yang lalu. Aku punya teman yang sejak dulu memang sangat akrab, panggil saja teman aku iru Edi. Cerita seks ini Edi memiliki seorang tunangan yang samapai sekarang tapi gara-gara yang seorang tidak suka cerita sex, sehingga aku pernah mengalami kenikmatan tunangan temanku edi itu. kumpulan cerita dewasa ini terjadi secara tidak aku senganja. Ini sedikit cerita dewasa yang pernah aku alami dulu…!!!!
Kalau tidak salah, malam itu adalah malam minggu, kebetulan pada waktu itu aku lagi bersiap-siap untuk keluar. Tiba-tiba telpon di rumahku berbunyi, ternyata dari Deni yang mau pinjam motorku untuk menjemput temannya di stasiun kereta api. Dia juga bilang nitip sebentar tunangan kakaknya, karena di rumah lagi tidak ada siapa-siapa. Aku tidak bisa menolak, lagi pula aku ingin tahu tunangan temanku itu seperti bagaimana rupanya.
Tidak lama kemudian Deni datang, karena rumahnya memang tidak begitu jauh dari rumahku dan langsung menuju ke kamarku.
“Hei Rick..! Aku langsung pergi nih.. mana kuncinya..?” kata Deni.
“Tuh.., di atas meja belajar.” kataku, padahal dalam hati aku kesal juga bisa batal deh acaraku.
“Oh ya Rick.., kenalin nih tunangan kakakku. Aku nitip sebentar ya, soalnya tadi di rumah nggak ada siapa-siapa, jadinya aku ajak dulu kesini. Bentar kok Rick..,” kata Deni sambil tertawa kecil.
“Erick..,” kataku sambil menyodorkan tanganku.
“Indi..,” katanya sambil tersenyum.
“Busyeett..! Senyumannya..!” kataku dalam hati.
Jantungku langsung berdebar-debar ketika berjabatan tangan dengannya. Bibirnya sensual sekali, kulitnya putih, payudaranya lumayan besar, matanya, hidungnya, pokoknya, wahh..! Akibatnya pikiran kotorku mulai keluar.
“Heh..! Kok malah bengong Rick..!” kata Deni sambil menepuk pundakku.
“Eh.. oh.. kenapa Den..?” kaget juga aku.
“Rick, aku pergi dulu ya..! Ooh ya Ndi.., kalo si Erick macem-macem, teriak aja..!” ucap Deni sambil langsung pergi.
Indi hanya tersenyum saja.
“Sialan lu Den..!” gerutuku dalam hati.
Seperginya Deni, aku jadi seperti orang bingung saja, serba salah dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Memang pada dasarnya aku ini sifatnya agak pemalu, tapi kupaksakan juga akhirnya.
“Mo minum apa Ndi..?” kataku melepas rasa maluku.
“Apa aja deh Rick. Asal jangan ngasih racun.” katanya sambil tersenyum.
“Bisa juga bercanda nih cewek, aku kasih obat perangsang baru tau..!” kataku dalam hati sambil pergi untuk mengambil beberapa minuman kaleng di dalam kulkas.
Akhirnya kami mengobrol tidak menentu, sampai dia menceritakan kalau dia lagi kesal sekali sama Edi tunangannya itu, pasalnya dia itu sama sekali tidak tahu kalau Edi pergi keluar kota. Sudah jauh-jauh datang ke Bandung, nyatanya orang yang dituju lagi pergi, padahal sebelumnya Edi bilang bahwa dia tidak akan kemana-mana.
“Udah deh Ndi.., mungkin rencananya itu diluar dugaan.., jadi Kamu harus ngerti dong..!” kataku sok bijaksana.
“Kalo sekali sih nggak apa Rick, tapi ini udah yang keberapa kalinya, Aku kadang suka curiga, jangan-jangan Dia punya cewek lain..!” ucap Indi dengan nada kesal.
“Heh.., jangan nuduh dulu Ndi, siapa tau dugaan Kamu salah,” kataku.
“Tau ah.., jadi bingung Aku Rick, udah deh, nggak usah ngomongin Dia lagi..!” potong Indi.
“Terus mau ngomong apa nih..?” kataku polos.
Indi tersenyum mendengar ucapanku.
“Kamu udah punya pacar Rick..?” tanya Indi.
“Eh, belom.. nggak laku Ndi.. mana ada yang mau sama Aku..?” jawabku sedikit berbohong.
“Ah bohong Kamu Rick..!” ucap Indi sambil mencubit lenganku.
Seerr..! Tiba-tiba aliran darahku seperti melaju dengan cepat, otomatis adikku berdiri perlahan- lahan, aku jadi salah tingkah. Sepertinya si Indi melihat perubahan yang terjadi pada diriku, aku langsung pura-pura mau mengambil minum lagi, karena memang minumanku sudah habis, tetapi dia langsung menarik tanganku.
BERSAMBUNG - - -
Beberapa saat kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris Mami kugosok-gosok dengan jariku. Hal ini membuat kocokan tangan Mami di batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur dan nafas Mami kembali terengah-engah. Setelah beberapa menit berciuman dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan Mami menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus berbisik di dekat telingaku.
“Iwaan, Mamiii sudaaah… nggak.. tahaaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke Mamii.., Waaan. Ayoo.., Waan..!”
Mendengar kata-kata Mami ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga semakin bingung, karena sempat terpikir Mami kan istrinya Papaku dan Mami walau bukan Mama kandungku, tapi sekarang kan telah menjadi Mamaku. Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari lamunanku ketika mendengar Mami kembali agak berbisik dengan suara yang sedikit menghiba.
“Iwaan.. ayoo.. Sayaaang.. tolongiin.. Mamii.. Waaan..!”
Dan seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Maam.. boo..leeh.. Maam..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu, “Nggak..apa-paa. Maam..?”
“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab Mami sambil mencium bibirku.
“Siniii.. Sayaang..!” kata Mami sambil menarik badanku.
“Coba posisikan badanmu di atas Mami,” lanjutnya.
Aku segera bangun dan kunaiki badan Mami pelan-pelan. Dan setelah aku berada di atas badan Mami, kurasakan Mami membuka kedua kakinya lebar-lebar.
“Sinii.. Waaan, Mami bantu..,” kata Mami sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina Mami.
Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan Mami, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.
“Sudaah, Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah Mami dan kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.
Tapi baru saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di vagina Mami, dan mendadak tangan Mami menahan gerakan turun pantatku dan berbisik sambil sedikit meringis.
“Aduuh.. Waaan, tahaan duluuu.. saa.. kiit… Waan.”
Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan Mami.
“Iwaaan.. pelan-pelan yaa Sayaang. Sudah lama Mami nggak begini.. dengan Papamu, apalagi… punyamu… itu besaar sekali, lebih besar dari punya Papamu..,” kata Mami lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena punyaku dikatakan Mami masih lebih besar dari punya Papa.
“Sekarang.. gimana Maaam..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama Mami.
“Waan..,” kata Mami lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti kalau pantatmu Mami tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas, dan waktu pantatmu nggak Mami tahan, kamu boleh tekan lagi. Beberapa kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk ke dalam punya Mami, bisaa.. kan Waan..?” kata Mami sambil mencium bibirku.
“I.. yaaa Maam, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.
Lalu kuikuti pelajaran yang diberikan Mami. Tapi ketika pantatku kutekan, sering kulihat wajah Mami sedikit meringis seperti menahan rasa sakit. Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan Mami dan terasa batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.
“Bleess..” dan kudengar Mami agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.
Karena kaget dengan teriakan Mami, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari Mami yang saat ini sedang memejamkan matanya.
Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan Mami lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti tersedot-sedot dan dipijat-pijat. Sedotan dan pijatan di penisku ini terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak. Karena rasa sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak sadar aku kembali menekan penisku masuk.
“Bleess..!” dan kembali kudengar Mami sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiiit,” sambil kedua tangan Mami sedikit mendorong pantatku.
Terpaksa kuhentikan tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam liang senggama Mami sambil menunggu reaksi Mami.
Tidak lama kemudian, tangan Mami menekan pantatku dan kurasakan kembali sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang kemaluanku. Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di dalam lubang vagina Mami, dan Mami pun mulai menggerakkan pantatnya naik turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun. Mami mulai mengeluarkan desahan-desahan.
“Waaan… teeruuss… Sayaaang.. aachhh.. enaaak.. Waan.. aduuuh.. enaak… Waan.”
Kurasakan batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina Mami yang sangat basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreeet.. creett..”
Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.
Tidak sadar terucap, “Maaam… Iwaaan.. jugaa.. enaaak.. Maaam, ayoo Maam..!” sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut Mami.
Beberapa menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat Mami semakin liar dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku. Tiba-tiba kedua kaki Mami dilingkarkan kuat-kuat di atas pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.
“Waaan, Mamiii… nggaak.. kuaaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhhh.. aacrhhh..” dan terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu terengah-engah.
Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam semua di dalam liang senggama Mami.
Setelah nafas Mami mulai agak teratur. Mami membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar.. dan.. bisa muasin Mami.”
Kembali bibirku diciumnya, dan segera kujawab.., “Maaam.., Iwan nggak tahu.. Maam, tapi Iwan sayaang.. Mami dan Iwan… mauuu Mami senang.”
Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke Mami.
“Maam, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Maaam..?”
“Jaangaan.. Waaan,” jawab Mami sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita lanjutkan seperti tadi… sampai Iwan… mencapai klimaks,” sambung Mami.
“Klimaks gimana Maam..?” tanyaku tidak mengerti.
“Aduuh.. Iwaaan,” jawab Mami sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu sendiri deh. Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut Mami.
Aku hanya menjawab singkat, “Iyaaa.. Maaam, Iwan.. mengerti.”
Setelah kami diam sesaat, Mami lalu berkata, “Waaan, toloong cabut punyamu duluu Waan, Mami mau mengelap punya Mami supaya agak kering, biar kita sama-sama enak nantinya.
“Bener juga kata Mami,” kataku dalam hati, “Tadi memek Mami terasa sangat basah sekali.”
Lalu pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina Mami, dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Maam, biar Iwan saja yang ngelap.. boleeeh Maam..?”
“Terserah kamuuu.. deh Waaan,” jawab Mami pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.
Aku merangkak mendekati vagina Mami, dan setelah dekat dengan kemaluan Mami, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaaa.. Maaam..?”
Kudengar Mami hanya menjawab pendek, “Yaaa, boleeh Sayaang.”
Lalu kupegang dan kubuka bibir kemaluan Mami, dan kutundukkan kepalaku ke vaginanya. Lalu kusedot-sedot klitoris Mami agak kuat dan pantat Mami tergelinjang keras, mungkin karena kaget.
“Iwaan.., kamu nakaaal.. yaaa.”
Hisapan dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan Mami, dan membuat Mami menggerak-gerakkan terus pantatnya. Kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mami.
“Iwaan.., sudaaah.. Sayaang…, Mami nggak tahaaan. Sini.. yaang..!”
Lalu kuikuti tarikan tangan Mami. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas badan Mami dan setelah itu kudengar Mami seperti berbisik di telngaku.
“Iwaan, masukiiin.. punyamu.. Sayang. Mami sudah nggak tahaaan.. Yaang..!”
Tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh di atas bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi. Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina Mami yang bibirnya terbuka lebar. Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan Mami dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.
Karena vagina Mami masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.
Untuk meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina Mami apa belum, sambil tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Maaam, sudaah.. maasuuk..?”
Kudengar Mami menjawab, “Iii.. yaaaa… Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”
Karena kurasa sudah benar dan Mami memintaku untuk lebih dalam, lalu kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina Mami.
Mulai kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama Mami dengan cepat, sehingga badan Mami bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua buah dada Mami juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut Mami kudengar desisan.
“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waaan, teruus.. yang dalaaam… Yaang..!”
Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan Mami, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.
Sambil mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina Mami, secara tidak sadar keluar dari mulutku, “Maaam, sshhh… Maaam, Iwaaan.. juuga.. sschh.. enaak…”
Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama Mami. Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap oleh kemaluan Mami.
Lalu secara refleks tercetus dari mulutku, “Maaam.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. Mamiiii.. bilang tadiii.. dicabuut.. yaa.. Maaam..?”
Sedangkan Mami, mungkin setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.
“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biakan.., Mamiii.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayooo.. kitaaa.. samaa.. samaa Yaang..!”
Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata Mami yang cukup merangsang ini.
Lalu, “Maam..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut Mami kuremas dan kujambak kuat-kuat.
Bersamaan dengan teriakanku, Mami pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di remas-remasnya.
Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup lemas di atas badan Mami. Dan Mami pun kulihat lemah lunglai dengan nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya. Setelah nafasku agak teratur, kucium bibir Mami lalu kubisikkan di telinga Mami.
“Maam.., terimaaa kasih Maam, Iwaan.. sayaang Mamii,” kataku sambil kembali kucium bibir Mami, sedangkan Mami tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah kembali teratur.
Ia menjawab, “Iwaan.., Mami puaas Sayang. Terima kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama Mami.
Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada Mami, “Maam.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”
Mami sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di dalam punya Mami. Mami masih kepingin merasakan punyamu yang besar itu.”
“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar Mami bisa merasakan enaknya punyamu,” katanya lagi sambil salah satu kaki Mami diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.
Tanpa menunggu kata-kata Mami lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina Mami. Mami kulihat memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang keluar masuk lubang kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, kurasakan dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina Mami terasa kurang dalam. Lalu, secara perlahan kudorong bahu Mami sehingga telentang. Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh Mami, sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina Mami tidak sampai terlepas. Mami sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya lebar-lebar.
Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk kemaluan Mami. Karena Mami masih diam saja, dan tetap masih menutup kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.
“Maaam.., gimana Maam, enaaaak apa nggak punya Iwaan..?
Kulihat Mami membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.
“Wan.., teruuskan… Saayaang, Mami menikmatinya Wan,
Setelah Mami selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan Mami mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.
Karena Mami mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku sudah masuk semua ke dalam liang senggama Mami. Ingin merasakan enaknya gerakan Mami, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, Mami ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti bertanya.
“Kenapa diam.. Wan..?”
Agar Mami tidak bertanya lebih lanjut, lalu kukatakan di telinga Mami, “Maam.., Iwan diam karena kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi Maam.”
Mami hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. Mami.. kasih.. apa yang Iwaan minta..!” lanjut Mami sambil memeluk badanku.
Tidak lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara tidak sadar aku berbisik agak keras.
“Maam.., enaak.. enaak.. Maam… Aduh enaak.. aahh.. enaak.. Maam,”
Karena sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina Mami. Mula-mula pelan, lalu kupercepat.
Karena enaknya, aku langsung bilang, “Maam.., enaak Maam.. Iwaan… mau lagi Maam. Ayoo Maam..!”
Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, Mami langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat.
Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.
Tiba-tiba, “Mami.., Maaam.., Iwaan sudaah mau keluar..”
Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul Mami semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.
“Waan.., Mami juga sudah dekat Waan… Ayoo Waan.. sama-sama..!”
Belum sampai Mami menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras, “Mamii.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina Mami.
Bersamaan dengan teriakanku itu, kudengar Mami pun berteriak cukup kuat, “Iwaan.., Maamii keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”
Dengan nafas tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan Mami, dan Mami juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping badannya.
Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang kemaluanku dari dalam liang senggama Mami. Kujatuhkan badanku tiduran di samping Mami, dan terdengar Mami berbisik, “Terima.. kasiih.. yaaa.. Sayang..!”
Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, Mami berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, Papamu atau adikmu jangan sampai tahu ya Wan.”
Supaya hati Mami tenang, lalu kujawab, “Maam, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya Maam,” sambil kucium pipi Mami.
Aku terus bangun dan mandi bersama Mami di kamar mandi Mami.
TAMAT
Aku Iwan, masih kelas 3 di salah satu SMU di Jakarta Selatan dan tinggal bersama Papa dan Mami serta adikku Ita yang sekolahnya sama dengan sekolahku, hanya Ita masih duduk di kelas 1 dan masuk siang, sedangkan semua kelas 3 kebagian masuk pagi. Di rumahku juga ada seorang pembantu yang agak tua. Perlu diketahui, Mama kandungku telah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat sakit, dan Papaku mengawini adiknya Mama kira-kira setahun yang lalu. Aku serta Ita memanggilnya Mami yang sebelumnya memang sudah kami kenal dengan baik. Habis dia kan tanteku juga.
Mami ini dicerai oleh suaminya, dengar-dengar sih katanya karena sudah kawin 4 tahun tapi belum punya anak. Nah, mungkin Papa merasa sudah duda serta tanteku sudah janda dan apalagi mereka sudah kenal baik sebelumnya, jadilah mereka kawin.
Nah, ceritaku ini terjadi kira-kira 3 minggu yang lalu di siang hari ketika aku pulang dari sekolah. Setelah ganti dengan celana pendek dan kaos singlet saja, aku langsung makan yang telah disediakan oleh Pembantu. Setelah selesai makan, aku bermaksud ke ruang tamu mau mendengerkan lagu-lagu dari Laser Disc. Tetapi sewaktu melewati kamar Papa dan Mami yang pintunya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan kuintip dari pintu kamar Papa dan Mami yang agak terbuka sedikit tadi. Ternyata Mami sedang duduk membelakangiku dan sedang melihat TV.
Setelah keperhatikan lebih cermat, ternyata Mami sedang nonton film blue dari Laser Disc. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri Mami bergerak maju mundur di sekitar bagian pahanya. Mamiku ini walau sudah agak berumur kira-kira 37 tahun, tapi aku sangat bangga, karena banyak mata yang mengaguminya kalau kami sedang jalan-jalan di Mall, mungkin karena Mami agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang menonjol serasi. Itu komentar yang pernah kudengar dari beberapa orang temannya Mami.
Mami yang sedang nonton TV itu mengenakan baju atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya Mami menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang sekali.
Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan dengkulku menyenggol pintu kamar Mami dengan keras. Tapi dengan cepat aku mundur menjauhi pintu.
“Iwaaan.., kamukah itu..?” kudengar suara Mami memanggilku, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaaan.., sini.. doong.. naaak..!” kudengar kembali Mami memanggilku.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju pintu kamar Mami dan kujawab, “Ada.. apa.. Mam..?” sambil kuperlihatkan kepalaku.
“Sini.. Wan..!” kata Mami sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.
Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar Mami dan Mami melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat Mami, Mami tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut Mami sambil menunjuk TV.
“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya Mam, saya telah mengganggu Mami,” kataku.
“Aaahhh.. kamu ini,” kata Mami. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut Mami sambil mencium pipiku.
Perasaanku menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika pipiku dicium Mami, apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba aku dikejutkan dengan pertanyaan Mami.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya.. nontonnya dari pintu..?”
“I… ya Mam,” jawabku malu tanpa menengok Mami.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. Mami.. lagi ngapain..?” tanya Mami lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke Mami.
“Waaan..,” kembali Mami memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah Mami, kulihat kedua mata Mami agak berair.
“Waan, Iwan. Jangan sampai salah.. yaaa, Mami sering nonton film seperti ini bersama Papamu, yaaah.. Mami sangka Mami bisa mengembalikan kondisi Papamu kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya Papa kenapa Maaam..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud Mami.
“Aduuh.., Iwaaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata Mami.
“Betuuul Mam..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan Papa..?” tanyaku kembali.
Lalu Mami menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang Mami duduknya sudah menempel denganku, sehingga bau wangi Mami terasa sekali dan membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi lebih tegang lagi.
“Waaan,” kata Mami perlahan, “Papamu sudah kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahhh.. Mami.” sahutku sambil berusaha melepaskan tangan Mami dari penisku, walaupun rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan Mami, karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh orang lain.
“Waaan, Mami kan masih kepingin. Tapi.. yaaahh.. karena punya Papamu nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa Mami melakukan seperti yang Iwan lihat tadi.
“Maaam, Mami kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., Mami.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waaan, Mami kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho.. Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata manian yang berbentuk penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.
“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan Mami.
“Yaa.. Maaam,” kujawab sambil menengok ke arah Mami.
“Waan, boleh… Mami… lihat punyamu..? Mami rasakan tadi kok.. punyamu… besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut Mami.
“Maam, jangan.. aaahh.. Maaam, Iwan.. maluuu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhooo.., kok sama.. Mami sendiri maluuu..? Disini kan cuman kita berdua. Waaan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong Mami hingga rebah di tempat tidur, dan Mami dengan cekatan membuka resleting celana pendekku dan menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.
“Aduuh… Waan, besar betul punyamu ini,” komentar Mami sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang Mami.
“Waaan.., Mami enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata Mami lagi, dan kudiamkan saja pertanyaan Mami sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Mami.
Tiba-tiba.., “Huuub..,” penisku yang berdiri tegak itu telah masuk semuanya ke dalam mulut Mami dan sangat terasa sekali ketika Mami mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Maaam.. Maam.. eenaak.. Maaam.. eenaak.. Maam..,” tidak terasa aku berkomentar seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut Mami yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi, “Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji kemaluanku.
Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan kadang terasa lidah Mami mengenai kepala penisku dan menambah keenakan yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut Mami kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke dalam mulut Mami.
Beberapa menit kemudian, Mami melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaaak… Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur.
“Iyaa.. Maaam.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar Mami berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Mami..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mami, langsung saja kutanyakan, “Maam, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata Mami lagi seperti keheranan.
“Itu.. lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV itu..!” kata Mami sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang baru kulihat dari dekat payudara Mami yang sangat putih dengan kepala susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata Mami, langsung saja aku bangun dan mendekati payudara Mami. Pertama kucium payudara Mami kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot puting susu Mami yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan, kudengar Mami berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.
Mendengar kata-kata Mami itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba membuat Mami lebih enak, apalagi kuingat bahwa Mami sudah enam bulan ini tidak pernah mendapatkannya dari Papa. Sedotan dan jilatanku di sekitar payudara Mami lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!” dan kembali kedua tangan Mami meremas rambutku lebih kuat lagi.
Setelah beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan Mami di kepalaku itu seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang Mami menyuruhku untuk pindah dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan Mami lagi, kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan Mami mulai dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar Mami, dan sekarang sudah sampai di kemaluan Mami yang masih tertutup dengan CD-nya. Tercium bau kemaluan Mami yang membuatku semakin bernafsu.
“Waaan..,” kudengar panggilan Mami dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waaan..!” katanya lanjut.
Tanpa menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam Mami. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena terdindih pantat Mami, Mami mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya kulepas.
Kulihat di hadapanku, vagina Mami yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh, lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina Mami sambil mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan Mami segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan kemaluan Mami, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina Mami yang agak asin, sedangkan kedua kaki Mami secara perlahan-lahan direnggangkan.
Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki Mami sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah. Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku untuk membuka belahan kemaluan Mami. Kulihat dengan jelas di bagian atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris. Sedangkan di bagian dalam vagina Mami, semuanya berwarna kemerahan dan basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang berlubang sebesar jari kelingking.
Melihat semua isi kemaluan Mami, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah. Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan Mami, kujilat dan kuhisap klitoris Mami. Tiba-tiba Mami menggelinjang kuat sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak kuat.
“Iwaan.. arrchh.. uuuu.. Waan… aarcchh.. enaak Waan.. teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk… teruus..!” kudengar Mami mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot seluruh bagian kemaluan Mami.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris, bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang ada di vagina Mami. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat Mami semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.
“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruuus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waaan.. Mamiii.. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua kaki Mami sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina Mami, tapi tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan Mami berhenti, dan badan Mami pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.
Melihat Mami seperti itu, aku yakin kalau Mami baru saja mencapai puncaknya. Karena kasihan melihat Mami yang sedang terengah-engah kecapaian, kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama Mami, dan kuletakkan kepalaku di paha Mami dan kuelus-elus kemaluan Mami sambil menunggu apa yang akan diminta oleh Mami lagi. Setelah kudengar nafas Mami mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan Mami yang masih memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesiniii… Sayaaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri Mami yang masih tiduran telentang.
Mami sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Siniii.. Waan… tiduran di samping Mami.”
Dengan perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha menenangkan diri dan tiduran di samping Mami. Mami segera merangkulku dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung Mami lagi.
“Beel..uumm.. Maam, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang Mami putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji Mami sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar Mami agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium Mami.
Kalau soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika lidah Mami menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya. Mungkin karena lidahnya kusedot, Mami langsung menjadi beringas dan memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau mengecewakan Mami, apalagi tangan Mami yang satunya sudah mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman Mami sambil salah satu tanganku kuremas-remaskan ke payudara Mami.
Bersambung . . .
Beberapa detik masih terngiang tentang kejasusan tadi. Adikku yang terakung telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemherin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk kontol kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu kontol kemaluan paling besar dan panjang ialah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemususan hheri kuketahui bahwa memang ada kontol kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sgilag itu.
Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dheri lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemususan terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil dherinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa berimajinasi kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya kontol kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membikin shok. Apalagi dalam keadaan sgilag berfungsi seperti itu.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terkuak dan melihat Dody sgilag memegang botol Sheri Ayu-ku dan terpaku di pintu.
“Eh.. Mbak.. udah balik ya?” tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.
“Itu Sheri Ayu-ku khan? Buat apa hayo?” Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.
“Ke sini!” aku sedikit mensayatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku mendekapnya dan terdiam beberapa detik. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadheri apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik dheripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan birahinya.
“Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!” dia pun bangun dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.
Kejasusan ketiga inilah inti dheri kesemuaan ceritaku. Saat itu Dody telah naik kelas tiga dan aku sendiri telah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membikinku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut klimak atau tidak. Cuma setelahnya memang membikinku akung banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan ngocok juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.
Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi makin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja telah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membikinku melayang dan membikinkan membiarkannya melepaskan bajuku. Sering cumbuannya begitu mteriaksangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin telah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan kontol kemaluannya telah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sgilag menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya telah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangun dan mendorongnya perlahan-lahan, mendekapnya sambil berbisik.
“Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?”
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membheringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan birahinya itu. Aku urut kontol kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dheri ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sheri Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai detik ini (jika ukurannya telah penetrasi atau belum).
Kejasusannya dengan Dody terjadi di suatu sore hheri. Hheri itu hheri cuti dan di kampus ada acara hiking pada hheri sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekasarin berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin balik. Pin-pin cuma mengantarku sampai depan rumah dan langsung balik. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sgilag tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak makin deras saja.
Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hheri berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, toketku makin keras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku menggunakan piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dheri jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.
Aku keluar dheri kamar mandi berpiyama dan memasukkan baju kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sedangkan itu hujan terdengar makin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sedangkan itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan ganas sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sgilag tertidur nyenyak terdengar dheri suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk kontol seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak tteriakkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu mulus.
BERSAMBUNG - - -