Monday, October 31, 2011

Cerita Seks – Kenikmatan Tunangan Temanku 3

Indi seperti tidak mendengar ucapanku, dia masih tetap saja memaju-mundurkan kepalanya.
Mendapat perlakuannya, akhirnya aku tidak kuat juga, aku sudah tidak kuat lagi menahannya,”Ndi, Aku mau keluar.. akhh..!”
Indi cuek saja, dia malah menyedot batang kemaluanku lebih keras lagi, hingga akhirnya, “Croott.. croott..!”


Aku menyemburkan lahar panasku ke dalam mulut Indi. Dia menelan semua cairan spermaku, terasa agak ngilu juga tetapi nikmat.
Setelah cairannya benar-benar bersih, Indi kemudian berdiri, kemudian dia membuka semua pakaiannya sendiri, sampai akhirnya dia telanjang bulat. Kemudian dia menghampiriku, menciumi bibirku.


“Puasin Aku Rick..!” katanya sambil memeluk tubuhku, kemudian dia menuju tempat tidur.


Sampai disana dia tidur telentang. Aku lalu mendekatinya, kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi bibirnya, kemudian kujilati belakang telinga kirinya.
Dia mendesah keenakan, “Aahh..!”
Mendengar desahannya, aku tambah bernafsu, kemudian lidahku mulai menjalar ke payudaranya. Kujilati putingnya yang sebelah kiri, sedangkan tangan kananku meremas payudaranya yang sebelah kiri, sambil kadang kupelintir putingnya.


“Okkhh..! Erick sayang, terus Rick..! Okhh..!” desahnya mulai tidak menentu.
Puas dengan bukit kembarnya, badanku kugeser, kemudian kujilati pusarnya, jilatanku makin turun ke bawah. Kujilati sekitar pangkal pahanya, Indi mulai melenguh hebat, tangan kananku mulai mengelus bukit kemaluannya, lalu kumasukkan, mencari sesuatu yang mungkin kata orang itu adalah klitoris. Indi semakin melenguh hebat, dia menggelinjang bak ikan yang kehabisan air. Kemudian aku mulai menjilati bibir kemaluannya, kukuakkan sedikit bibir kemaluannya, terlihat jelas sekali apa yang namanya klitoris, dengan agak sedikit menahan nafas, kusedot klitorisnya.


“Aakkhh.. Rick..,” Indi menjerit agak keras, rupanya dia sudah orgasme, karena aku merasakan cairan yang menyemprot hidungku, kaget juga aku.
Mungkin ini pengalaman pertamaku menjilati kemaluan wanita, karena sebelumnya aku tidak pernah. Aku masih saja menjilati dan menyedot klitorisnya.
“Rick..! Masukin Rick..! Masukin..!” pinta dia dengan wajah memerah menahan nafsu.
Aku yang dari tadi memang sudah menahan nafsu, lalu bangkit dan mengarahkan senjataku ke mulut kemaluannya, kugesek-gesekkan dulu di sekitar bibir kemaluannya.
“Udah dong Rick..! Cepet masukin..!” katanya manja.


“Hmm.., rupanya ni cewek nggak sabaran banget.” kataku dalam hati.
Kemudian kutarik tubuhnya ke bawah, sehingga kakinya menjuntai ke lantai, terlihat kemaluannya yang menyembul. Pahanya kulebarkan sedikit, kemudian kuarahkan kemaluanku ke arah liang senggama yang merah merekah. Perlahan tapi pasti kudorong tubuhku.
“Bless..!” akhirnya kemaluanku terbenam di dalam liang kemaluan Indri.


“Aaakkhh Rick..!” desah Indi.
Kaget juga dia karena sentakan kemaluanku yang langsung menerobos kemaluan Indi.
Aku mulai mengerakkan tubuhku, makin lama makin cepat, kadang- kadang sambil meremas- remas kedua bukit kembarnya. Kemudian kubungkukkan badanku, lalu kuhisap puting susunya.


“Aakkhh.., teruss.., Sayangg..! Teruss..!” erang Indi sambil tangannya memegang kedua pipiku.
Aku masih saja menggejot tubuhku, tiba- tiba tubuh Indi mengejang, “Aaakkhh.. Eriicckk..!”
Ternyata Indi sudah mencapai puncaknya duluan.
“Aku udah keluar duluan Sayang..!” kata Indi.
“Aku masih lama Ndi..,” kataku sambil masih menggenjot tubuhku.
Kemudian kuangkat tubuh Indi ke tengah tempat tidur, secara spontan, kaki Indi melingkar di pinggangku. Aku menggenjot tubuhku, diikuti goyangan pantat Indi.
“Aakkhh Ndi.., punya Kamu enak sekali.” kataku memuji, Indi hanya tersenyum saja.


Aku juga heran, kenapa aku bisa lama juga keluarnya. Tubuh kami berdua sudah basah oleh keringat, kami masih mengayuh bersama menuju puncak kenikmatan. Akhirnya aku tidak kuat juga menahan kenikmatan ini.


“Aahh Ndi.., Aku hampir keluar..,” kataku agak terbata-bata.
“Aku juga Rick..! Kita keluarin sama-sama ya Sayang..!” kata Indi sambil menggoyang pantatnya yang bahenol itu.
Goyangan pantat Indi semakin liar. Aku pun tidak kalah sama halnya dengan Indi, frekuensi genjotanku makin kupercepat, sampai pada akhirnya, “Aaakkhh.., Ericckk..!” jerit Indi sambil menancapkan kukunya ke pundakku

.
“Aakhh, Indii.., Aku sayang Kamuu..!” erangku sambil mendekap tubuh Indi.
Kami terdiam beberap saat, dengan nafas yang tersenggal-senggal seperti pelari marathon.
“Kamu hebat sekali Rick..!” puji Indi.
“Kamu juga Ndi..!” pujiku juga setelah agak lama kami berpelukan.
Kemudian kami cepat- cepat memakai pakain kami kembali karena takut adik tunangannya Indi keburu datang.

- - - TAMAT .

Cerita Seks – Kenikmatan Tunangan Temanku 2

“Ada apa Ndi..? Minumannya sudah habis juga..?” kataku pura-pura bodoh.
“Rick, Kamu mau nolongin Aku..?” ucap Indi seperti memelas.
“Iyaa.., ada apa Ndi..?” jawabku.
“Aku.., Aku.. pengen bercinta Rick..?” pinta Indi.
“Hah..!” kaget juga aku mendengarnya, bagai petir di siang hari, bayangkan saja, baru juga satu jam yang lalu kami berkenalan, tetapi dia sudah mengucapkan hal seperti itu kepadaku.
“Ka.., Kamu..?” ujarku terbata-bata.


Belum juga kusempat meneruskan kata- kataku, telunjuknya langsung ditempelkan ke bibirku, kemudian dia membelai pipiku, kemudian dengan lembut dia juga mencium bibirku. Aku hanya bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Walaupun ini mungkin bukan yang pertama kalinya bagiku, namun kalau yang seperti ini aku baru yang pertama kalinya merasakan dengan orang yang baru kukenal.
Begitu lembut dia mencium bibirku, kemudian dia berbisik kepadaku, “Aku pengen bercinta sama Kamu, Rick..! Puasin Aku Rick..!”
Lalu dia mulai mencium telinganku, kemudian leherku, “Aahh..!” aku mendesah.
Mendapat perlakuan seperti itu, gejolakku akhirnya bangkit juga. Begitu lembut sekali dia mencium sekitar leherku, kemudian dia kembali mencium bibirku, dijulurkan lidahnya menjalari rongga mulutku. Akhirnya ciumannya kubalas juga, gelombang nafasnya mulai tidak beraturan. Cukup lama juga kami berciuman, kemudian kulepaskan ciumannya, kemudian kujilat telinganya, dan menelusuri lehernya yang putih bak pualam.
Ia mendesah kenikmatan, “Aahh Rick..!”
Mendengar desahannya, aku semakin bernafsu, tanganku mulai menjalar ke belakang, ke dalam t- shirt-nya. Kemudian kuarahkan menuju ke pengait BH-nya, dengan sekali sentakan, pengait itu terlepas.
Kemudian aku mencium bibirnya lagi, kali ini ciumannya sudah mulai agak beringas, mungkin karena nafsu yang sudah mencapai ubun- ubun, lidahku disedotnya sampai terasa sakit, tetapi sakitnya sakit nikmat.
“Rick.., buka dong bajunya..!” katanya manja.
“Bukain dong Ndi..,” kataku.
Sambil menciumiku, Indi membuka satu persatu kancing kemeja, kemudian kaos dalamku, kemudian dia lemparkan ke samping tempat tidur. Dia langsung mencium leherku, terus ke arah puting susuku.
Aku hanya bisa mendesah karena nikmatnya, “Akhh.., Ndi.”
Kemudian Indi mulai membuka sabukku dan celanaku dibukanya juga. Akhirnya tinggal celana dalam saja. Dia tersenyum ketika melihat kepala kemaluanku off set alias menyembul ke atas.Indi melihat wajahku sebentar, kemudian dia cium kepala kemaluanku yang menyembul keluar itu. Dengan perlahan dia turunkan celana dalamku, kemudian dia lemparkan seenaknya. Dengan penuh nafsu dia mulai menjilati cairang bening yang keluar dari kemaluanku, rasanya nikmat sekali. Setelah puas menjilati, kemudian dia mulai memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya.
“Okhh.. nikmat sekali,” kataku dalam hati, sepertinya kemaluanku terasa disedot-sedot.
Indi sangat menikmatinya, sekali- sekali dia gigit kemaluanku.
“Auwww.., sakit dong Ndi..!” kataku sambil agak meringis.

BERSAMBUNG - - -

Cerita Seks – Kenikmatan Tunangan Temanku 1

Cerita Seks Bugil ini merupakan hal baru buak saya, kenikmatan ini terjadi 2 tahun yang lalu. Aku punya teman yang sejak dulu memang sangat akrab, panggil saja teman aku iru Edi. Cerita seks ini Edi memiliki seorang tunangan yang samapai sekarang tapi gara-gara yang seorang tidak suka cerita sex, sehingga aku pernah mengalami kenikmatan tunangan temanku edi itu. kumpulan cerita dewasa ini terjadi secara tidak aku senganja. Ini sedikit cerita dewasa yang pernah aku alami dulu…!!!!

Kalau tidak salah, malam itu adalah malam minggu, kebetulan pada waktu itu aku lagi bersiap-siap untuk keluar. Tiba-tiba telpon di rumahku berbunyi, ternyata dari Deni yang mau pinjam motorku untuk menjemput temannya di stasiun kereta api. Dia juga bilang nitip sebentar tunangan kakaknya, karena di rumah lagi tidak ada siapa-siapa. Aku tidak bisa menolak, lagi pula aku ingin tahu tunangan temanku itu seperti bagaimana rupanya.
Tidak lama kemudian Deni datang, karena rumahnya memang tidak begitu jauh dari rumahku dan langsung menuju ke kamarku.
“Hei Rick..! Aku langsung pergi nih.. mana kuncinya..?” kata Deni.
“Tuh.., di atas meja belajar.” kataku, padahal dalam hati aku kesal juga bisa batal deh acaraku.
“Oh ya Rick.., kenalin nih tunangan kakakku. Aku nitip sebentar ya, soalnya tadi di rumah nggak ada siapa-siapa, jadinya aku ajak dulu kesini. Bentar kok Rick..,” kata Deni sambil tertawa kecil.
“Erick..,” kataku sambil menyodorkan tanganku.
“Indi..,” katanya sambil tersenyum.
“Busyeett..! Senyumannya..!” kataku dalam hati.
Jantungku langsung berdebar-debar ketika berjabatan tangan dengannya. Bibirnya sensual sekali, kulitnya putih, payudaranya lumayan besar, matanya, hidungnya, pokoknya, wahh..! Akibatnya pikiran kotorku mulai keluar.
“Heh..! Kok malah bengong Rick..!” kata Deni sambil menepuk pundakku.
“Eh.. oh.. kenapa Den..?” kaget juga aku.
“Rick, aku pergi dulu ya..! Ooh ya Ndi.., kalo si Erick macem-macem, teriak aja..!” ucap Deni sambil langsung pergi.
Indi hanya tersenyum saja.
“Sialan lu Den..!” gerutuku dalam hati.
Seperginya Deni, aku jadi seperti orang bingung saja, serba salah dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Memang pada dasarnya aku ini sifatnya agak pemalu, tapi kupaksakan juga akhirnya.
“Mo minum apa Ndi..?” kataku melepas rasa maluku.
“Apa aja deh Rick. Asal jangan ngasih racun.” katanya sambil tersenyum.
“Bisa juga bercanda nih cewek, aku kasih obat perangsang baru tau..!” kataku dalam hati sambil pergi untuk mengambil beberapa minuman kaleng di dalam kulkas.
Akhirnya kami mengobrol tidak menentu, sampai dia menceritakan kalau dia lagi kesal sekali sama Edi tunangannya itu, pasalnya dia itu sama sekali tidak tahu kalau Edi pergi keluar kota. Sudah jauh-jauh datang ke Bandung, nyatanya orang yang dituju lagi pergi, padahal sebelumnya Edi bilang bahwa dia tidak akan kemana-mana.
“Udah deh Ndi.., mungkin rencananya itu diluar dugaan.., jadi Kamu harus ngerti dong..!” kataku sok bijaksana.
“Kalo sekali sih nggak apa Rick, tapi ini udah yang keberapa kalinya, Aku kadang suka curiga, jangan-jangan Dia punya cewek lain..!” ucap Indi dengan nada kesal.
“Heh.., jangan nuduh dulu Ndi, siapa tau dugaan Kamu salah,” kataku.
“Tau ah.., jadi bingung Aku Rick, udah deh, nggak usah ngomongin Dia lagi..!” potong Indi.
“Terus mau ngomong apa nih..?” kataku polos.
Indi tersenyum mendengar ucapanku.
“Kamu udah punya pacar Rick..?” tanya Indi.
“Eh, belom.. nggak laku Ndi.. mana ada yang mau sama Aku..?” jawabku sedikit berbohong.
“Ah bohong Kamu Rick..!” ucap Indi sambil mencubit lenganku.
Seerr..! Tiba-tiba aliran darahku seperti melaju dengan cepat, otomatis adikku berdiri perlahan- lahan, aku jadi salah tingkah. Sepertinya si Indi melihat perubahan yang terjadi pada diriku, aku langsung pura-pura mau mengambil minum lagi, karena memang minumanku sudah habis, tetapi dia langsung menarik tanganku.

BERSAMBUNG - - -

cerita panas dengan ibuku – 2

Beberapa saat kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris Mami kugosok-gosok dengan jariku. Hal ini membuat kocokan tangan Mami di batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur dan nafas Mami kembali terengah-engah. Setelah beberapa menit berciuman dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan Mami menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus berbisik di dekat telingaku.
“Iwaan, Mamiii sudaaah… nggak.. tahaaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke Mamii.., Waaan. Ayoo.., Waan..!”


Mendengar kata-kata Mami ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga semakin bingung, karena sempat terpikir Mami kan istrinya Papaku dan Mami walau bukan Mama kandungku, tapi sekarang kan telah menjadi Mamaku. Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari lamunanku ketika mendengar Mami kembali agak berbisik dengan suara yang sedikit menghiba.
“Iwaan.. ayoo.. Sayaaang.. tolongiin.. Mamii.. Waaan..!”
Dan seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Maam.. boo..leeh.. Maam..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu, “Nggak..apa-paa. Maam..?”
“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab Mami sambil mencium bibirku.


“Siniii.. Sayaang..!” kata Mami sambil menarik badanku.
“Coba posisikan badanmu di atas Mami,” lanjutnya.
Aku segera bangun dan kunaiki badan Mami pelan-pelan. Dan setelah aku berada di atas badan Mami, kurasakan Mami membuka kedua kakinya lebar-lebar.
“Sinii.. Waaan, Mami bantu..,” kata Mami sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina Mami.
Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan Mami, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.


“Sudaah, Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah Mami dan kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.
Tapi baru saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di vagina Mami, dan mendadak tangan Mami menahan gerakan turun pantatku dan berbisik sambil sedikit meringis.
“Aduuh.. Waaan, tahaan duluuu.. saa.. kiit… Waan.”
Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan Mami.


“Iwaaan.. pelan-pelan yaa Sayaang. Sudah lama Mami nggak begini.. dengan Papamu, apalagi… punyamu… itu besaar sekali, lebih besar dari punya Papamu..,” kata Mami lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena punyaku dikatakan Mami masih lebih besar dari punya Papa.
“Sekarang.. gimana Maaam..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama Mami.
“Waan..,” kata Mami lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti kalau pantatmu Mami tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas, dan waktu pantatmu nggak Mami tahan, kamu boleh tekan lagi. Beberapa kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk ke dalam punya Mami, bisaa.. kan Waan..?” kata Mami sambil mencium bibirku.
“I.. yaaa Maam, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.


Lalu kuikuti pelajaran yang diberikan Mami. Tapi ketika pantatku kutekan, sering kulihat wajah Mami sedikit meringis seperti menahan rasa sakit. Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan Mami dan terasa batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.
“Bleess..” dan kudengar Mami agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.
Karena kaget dengan teriakan Mami, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari Mami yang saat ini sedang memejamkan matanya.


Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan Mami lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti tersedot-sedot dan dipijat-pijat. Sedotan dan pijatan di penisku ini terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak. Karena rasa sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak sadar aku kembali menekan penisku masuk.
“Bleess..!” dan kembali kudengar Mami sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiiit,” sambil kedua tangan Mami sedikit mendorong pantatku.
Terpaksa kuhentikan tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam liang senggama Mami sambil menunggu reaksi Mami.


Tidak lama kemudian, tangan Mami menekan pantatku dan kurasakan kembali sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang kemaluanku. Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di dalam lubang vagina Mami, dan Mami pun mulai menggerakkan pantatnya naik turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun. Mami mulai mengeluarkan desahan-desahan.


“Waaan… teeruuss… Sayaaang.. aachhh.. enaaak.. Waan.. aduuuh.. enaak… Waan.”
Kurasakan batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina Mami yang sangat basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreeet.. creett..”
Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.
Tidak sadar terucap, “Maaam… Iwaaan.. jugaa.. enaaak.. Maaam, ayoo Maam..!” sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut Mami.


Beberapa menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat Mami semakin liar dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku. Tiba-tiba kedua kaki Mami dilingkarkan kuat-kuat di atas pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.
“Waaan, Mamiii… nggaak.. kuaaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhhh.. aacrhhh..” dan terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu terengah-engah.
Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam semua di dalam liang senggama Mami.


Setelah nafas Mami mulai agak teratur. Mami membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar.. dan.. bisa muasin Mami.”
Kembali bibirku diciumnya, dan segera kujawab.., “Maaam.., Iwan nggak tahu.. Maam, tapi Iwan sayaang.. Mami dan Iwan… mauuu Mami senang.”


Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke Mami.
“Maam, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Maaam..?”
“Jaangaan.. Waaan,” jawab Mami sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita lanjutkan seperti tadi… sampai Iwan… mencapai klimaks,” sambung Mami.
“Klimaks gimana Maam..?” tanyaku tidak mengerti.
“Aduuh.. Iwaaan,” jawab Mami sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu sendiri deh. Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut Mami.
Aku hanya menjawab singkat, “Iyaaa.. Maaam, Iwan.. mengerti.”


Setelah kami diam sesaat, Mami lalu berkata, “Waaan, toloong cabut punyamu duluu Waan, Mami mau mengelap punya Mami supaya agak kering, biar kita sama-sama enak nantinya.
“Bener juga kata Mami,” kataku dalam hati, “Tadi memek Mami terasa sangat basah sekali.”
Lalu pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina Mami, dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Maam, biar Iwan saja yang ngelap.. boleeeh Maam..?”
“Terserah kamuuu.. deh Waaan,” jawab Mami pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.
Aku merangkak mendekati vagina Mami, dan setelah dekat dengan kemaluan Mami, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaaa.. Maaam..?”
Kudengar Mami hanya menjawab pendek, “Yaaa, boleeh Sayaang.”


Lalu kupegang dan kubuka bibir kemaluan Mami, dan kutundukkan kepalaku ke vaginanya. Lalu kusedot-sedot klitoris Mami agak kuat dan pantat Mami tergelinjang keras, mungkin karena kaget.
“Iwaan.., kamu nakaaal.. yaaa.”
Hisapan dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan Mami, dan membuat Mami menggerak-gerakkan terus pantatnya. Kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mami.
“Iwaan.., sudaaah.. Sayaang…, Mami nggak tahaaan. Sini.. yaang..!”


Lalu kuikuti tarikan tangan Mami. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas badan Mami dan setelah itu kudengar Mami seperti berbisik di telngaku.
“Iwaan, masukiiin.. punyamu.. Sayang. Mami sudah nggak tahaaan.. Yaang..!”
Tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh di atas bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi. Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina Mami yang bibirnya terbuka lebar. Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan Mami dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.


Karena vagina Mami masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.
Untuk meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina Mami apa belum, sambil tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Maaam, sudaah.. maasuuk..?”
Kudengar Mami menjawab, “Iii.. yaaaa… Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”
Karena kurasa sudah benar dan Mami memintaku untuk lebih dalam, lalu kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina Mami.


Mulai kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama Mami dengan cepat, sehingga badan Mami bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua buah dada Mami juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut Mami kudengar desisan.
“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waaan, teruus.. yang dalaaam… Yaang..!”
Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan Mami, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.


Sambil mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina Mami, secara tidak sadar keluar dari mulutku, “Maaam, sshhh… Maaam, Iwaaan.. juuga.. sschh.. enaak…”
Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama Mami. Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap oleh kemaluan Mami.
Lalu secara refleks tercetus dari mulutku, “Maaam.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. Mamiiii.. bilang tadiii.. dicabuut.. yaa.. Maaam..?”
Sedangkan Mami, mungkin setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.


“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biakan.., Mamiii.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayooo.. kitaaa.. samaa.. samaa Yaang..!”
Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata Mami yang cukup merangsang ini.
Lalu, “Maam..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut Mami kuremas dan kujambak kuat-kuat.
Bersamaan dengan teriakanku, Mami pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di remas-remasnya.


Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup lemas di atas badan Mami. Dan Mami pun kulihat lemah lunglai dengan nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya. Setelah nafasku agak teratur, kucium bibir Mami lalu kubisikkan di telinga Mami.
“Maam.., terimaaa kasih Maam, Iwaan.. sayaang Mamii,” kataku sambil kembali kucium bibir Mami, sedangkan Mami tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah kembali teratur.
Ia menjawab, “Iwaan.., Mami puaas Sayang. Terima kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama Mami.


Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada Mami, “Maam.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”
Mami sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di dalam punya Mami. Mami masih kepingin merasakan punyamu yang besar itu.”
“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar Mami bisa merasakan enaknya punyamu,” katanya lagi sambil salah satu kaki Mami diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.


Tanpa menunggu kata-kata Mami lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina Mami. Mami kulihat memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang keluar masuk lubang kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, kurasakan dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina Mami terasa kurang dalam. Lalu, secara perlahan kudorong bahu Mami sehingga telentang. Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh Mami, sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina Mami tidak sampai terlepas. Mami sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya lebar-lebar.


Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk kemaluan Mami. Karena Mami masih diam saja, dan tetap masih menutup kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.
“Maaam.., gimana Maam, enaaaak apa nggak punya Iwaan..?
Kulihat Mami membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.
“Wan.., teruuskan… Saayaang, Mami menikmatinya Wan,
Setelah Mami selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan Mami mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.


Karena Mami mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku sudah masuk semua ke dalam liang senggama Mami. Ingin merasakan enaknya gerakan Mami, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, Mami ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti bertanya.
“Kenapa diam.. Wan..?”
Agar Mami tidak bertanya lebih lanjut, lalu kukatakan di telinga Mami, “Maam.., Iwan diam karena kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi Maam.”
Mami hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. Mami.. kasih.. apa yang Iwaan minta..!” lanjut Mami sambil memeluk badanku.


Tidak lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara tidak sadar aku berbisik agak keras.
“Maam.., enaak.. enaak.. Maam… Aduh enaak.. aahh.. enaak.. Maam,”
Karena sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina Mami. Mula-mula pelan, lalu kupercepat.
Karena enaknya, aku langsung bilang, “Maam.., enaak Maam.. Iwaan… mau lagi Maam. Ayoo Maam..!”
Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, Mami langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat.


Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.
Tiba-tiba, “Mami.., Maaam.., Iwaan sudaah mau keluar..”
Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul Mami semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.
“Waan.., Mami juga sudah dekat Waan… Ayoo Waan.. sama-sama..!”
Belum sampai Mami menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras, “Mamii.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina Mami.
Bersamaan dengan teriakanku itu, kudengar Mami pun berteriak cukup kuat, “Iwaan.., Maamii keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”
Dengan nafas tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan Mami, dan Mami juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping badannya.


Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang kemaluanku dari dalam liang senggama Mami. Kujatuhkan badanku tiduran di samping Mami, dan terdengar Mami berbisik, “Terima.. kasiih.. yaaa.. Sayang..!”
Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, Mami berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, Papamu atau adikmu jangan sampai tahu ya Wan.”
Supaya hati Mami tenang, lalu kujawab, “Maam, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya Maam,” sambil kucium pipi Mami.
Aku terus bangun dan mandi bersama Mami di kamar mandi Mami.


TAMAT

cerita panas dengan ibuku- 1

Aku Iwan, masih kelas 3 di salah satu SMU di Jakarta Selatan dan tinggal bersama Papa dan Mami serta adikku Ita yang sekolahnya sama dengan sekolahku, hanya Ita masih duduk di kelas 1 dan masuk siang, sedangkan semua kelas 3 kebagian masuk pagi. Di rumahku juga ada seorang pembantu yang agak tua. Perlu diketahui, Mama kandungku telah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat sakit, dan Papaku mengawini adiknya Mama kira-kira setahun yang lalu. Aku serta Ita memanggilnya Mami yang sebelumnya memang sudah kami kenal dengan baik. Habis dia kan tanteku juga.


Mami ini dicerai oleh suaminya, dengar-dengar sih katanya karena sudah kawin 4 tahun tapi belum punya anak. Nah, mungkin Papa merasa sudah duda serta tanteku sudah janda dan apalagi mereka sudah kenal baik sebelumnya, jadilah mereka kawin.


Nah, ceritaku ini terjadi kira-kira 3 minggu yang lalu di siang hari ketika aku pulang dari sekolah. Setelah ganti dengan celana pendek dan kaos singlet saja, aku langsung makan yang telah disediakan oleh Pembantu. Setelah selesai makan, aku bermaksud ke ruang tamu mau mendengerkan lagu-lagu dari Laser Disc. Tetapi sewaktu melewati kamar Papa dan Mami yang pintunya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan kuintip dari pintu kamar Papa dan Mami yang agak terbuka sedikit tadi. Ternyata Mami sedang duduk membelakangiku dan sedang melihat TV.


Setelah keperhatikan lebih cermat, ternyata Mami sedang nonton film blue dari Laser Disc. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri Mami bergerak maju mundur di sekitar bagian pahanya. Mamiku ini walau sudah agak berumur kira-kira 37 tahun, tapi aku sangat bangga, karena banyak mata yang mengaguminya kalau kami sedang jalan-jalan di Mall, mungkin karena Mami agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang menonjol serasi. Itu komentar yang pernah kudengar dari beberapa orang temannya Mami.


Mami yang sedang nonton TV itu mengenakan baju atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya Mami menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang sekali.


Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan dengkulku menyenggol pintu kamar Mami dengan keras. Tapi dengan cepat aku mundur menjauhi pintu.
“Iwaaan.., kamukah itu..?” kudengar suara Mami memanggilku, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaaan.., sini.. doong.. naaak..!” kudengar kembali Mami memanggilku.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju pintu kamar Mami dan kujawab, “Ada.. apa.. Mam..?” sambil kuperlihatkan kepalaku.
“Sini.. Wan..!” kata Mami sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.


Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar Mami dan Mami melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat Mami, Mami tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut Mami sambil menunjuk TV.
“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya Mam, saya telah mengganggu Mami,” kataku.
“Aaahhh.. kamu ini,” kata Mami. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut Mami sambil mencium pipiku.


Perasaanku menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika pipiku dicium Mami, apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba aku dikejutkan dengan pertanyaan Mami.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya.. nontonnya dari pintu..?”
“I… ya Mam,” jawabku malu tanpa menengok Mami.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. Mami.. lagi ngapain..?” tanya Mami lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke Mami.


“Waaan..,” kembali Mami memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah Mami, kulihat kedua mata Mami agak berair.
“Waan, Iwan. Jangan sampai salah.. yaaa, Mami sering nonton film seperti ini bersama Papamu, yaaah.. Mami sangka Mami bisa mengembalikan kondisi Papamu kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya Papa kenapa Maaam..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud Mami.


“Aduuh.., Iwaaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata Mami.
“Betuuul Mam..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan Papa..?” tanyaku kembali.
Lalu Mami menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang Mami duduknya sudah menempel denganku, sehingga bau wangi Mami terasa sekali dan membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi lebih tegang lagi.


“Waaan,” kata Mami perlahan, “Papamu sudah kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahhh.. Mami.” sahutku sambil berusaha melepaskan tangan Mami dari penisku, walaupun rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan Mami, karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh orang lain.
“Waaan, Mami kan masih kepingin. Tapi.. yaaahh.. karena punya Papamu nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa Mami melakukan seperti yang Iwan lihat tadi.


“Maaam, Mami kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., Mami.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waaan, Mami kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho.. Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata manian yang berbentuk penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.


“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan Mami.
“Yaa.. Maaam,” kujawab sambil menengok ke arah Mami.
“Waan, boleh… Mami… lihat punyamu..? Mami rasakan tadi kok.. punyamu… besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut Mami.
“Maam, jangan.. aaahh.. Maaam, Iwan.. maluuu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhooo.., kok sama.. Mami sendiri maluuu..? Disini kan cuman kita berdua. Waaan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong Mami hingga rebah di tempat tidur, dan Mami dengan cekatan membuka resleting celana pendekku dan menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.


“Aduuh… Waan, besar betul punyamu ini,” komentar Mami sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang Mami.
“Waaan.., Mami enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata Mami lagi, dan kudiamkan saja pertanyaan Mami sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Mami.
Tiba-tiba.., “Huuub..,” penisku yang berdiri tegak itu telah masuk semuanya ke dalam mulut Mami dan sangat terasa sekali ketika Mami mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Maaam.. Maam.. eenaak.. Maaam.. eenaak.. Maam..,” tidak terasa aku berkomentar seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut Mami yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi, “Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji kemaluanku.


Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan kadang terasa lidah Mami mengenai kepala penisku dan menambah keenakan yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut Mami kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke dalam mulut Mami.


Beberapa menit kemudian, Mami melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaaak… Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur.
“Iyaa.. Maaam.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar Mami berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Mami..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mami, langsung saja kutanyakan, “Maam, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata Mami lagi seperti keheranan.
“Itu.. lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV itu..!” kata Mami sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang baru kulihat dari dekat payudara Mami yang sangat putih dengan kepala susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata Mami, langsung saja aku bangun dan mendekati payudara Mami. Pertama kucium payudara Mami kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot puting susu Mami yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan, kudengar Mami berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.


Mendengar kata-kata Mami itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba membuat Mami lebih enak, apalagi kuingat bahwa Mami sudah enam bulan ini tidak pernah mendapatkannya dari Papa. Sedotan dan jilatanku di sekitar payudara Mami lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!” dan kembali kedua tangan Mami meremas rambutku lebih kuat lagi.


Setelah beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan Mami di kepalaku itu seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang Mami menyuruhku untuk pindah dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan Mami lagi, kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan Mami mulai dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar Mami, dan sekarang sudah sampai di kemaluan Mami yang masih tertutup dengan CD-nya. Tercium bau kemaluan Mami yang membuatku semakin bernafsu.


“Waaan..,” kudengar panggilan Mami dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waaan..!” katanya lanjut.
Tanpa menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam Mami. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena terdindih pantat Mami, Mami mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya kulepas.


Kulihat di hadapanku, vagina Mami yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh, lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina Mami sambil mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan Mami segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan kemaluan Mami, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina Mami yang agak asin, sedangkan kedua kaki Mami secara perlahan-lahan direnggangkan.


Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki Mami sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah. Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku untuk membuka belahan kemaluan Mami. Kulihat dengan jelas di bagian atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris. Sedangkan di bagian dalam vagina Mami, semuanya berwarna kemerahan dan basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang berlubang sebesar jari kelingking.


Melihat semua isi kemaluan Mami, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah. Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan Mami, kujilat dan kuhisap klitoris Mami. Tiba-tiba Mami menggelinjang kuat sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak kuat.


“Iwaan.. arrchh.. uuuu.. Waan… aarcchh.. enaak Waan.. teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk… teruus..!” kudengar Mami mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot seluruh bagian kemaluan Mami.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris, bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang ada di vagina Mami. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat Mami semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.


“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruuus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waaan.. Mamiii.. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua kaki Mami sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina Mami, tapi tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan Mami berhenti, dan badan Mami pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.


Melihat Mami seperti itu, aku yakin kalau Mami baru saja mencapai puncaknya. Karena kasihan melihat Mami yang sedang terengah-engah kecapaian, kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama Mami, dan kuletakkan kepalaku di paha Mami dan kuelus-elus kemaluan Mami sambil menunggu apa yang akan diminta oleh Mami lagi. Setelah kudengar nafas Mami mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan Mami yang masih memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesiniii… Sayaaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri Mami yang masih tiduran telentang.


Mami sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Siniii.. Waan… tiduran di samping Mami.”
Dengan perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha menenangkan diri dan tiduran di samping Mami. Mami segera merangkulku dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung Mami lagi.
“Beel..uumm.. Maam, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang Mami putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji Mami sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar Mami agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium Mami.


Kalau soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika lidah Mami menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya. Mungkin karena lidahnya kusedot, Mami langsung menjadi beringas dan memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau mengecewakan Mami, apalagi tangan Mami yang satunya sudah mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman Mami sambil salah satu tanganku kuremas-remaskan ke payudara Mami.


Bersambung . . .

cerita panas dengan adiku 3


Beberapa detik masih terngiang tentang kejasusan tadi. Adikku yang terakung telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemherin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk kontol kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu kontol kemaluan paling besar dan panjang ialah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemususan hheri kuketahui bahwa memang ada kontol kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sgilag itu.



Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dheri lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemususan terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil dherinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa berimajinasi kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya kontol kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membikin shok. Apalagi dalam keadaan sgilag berfungsi seperti itu.



Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terkuak dan melihat Dody sgilag memegang botol Sheri Ayu-ku dan terpaku di pintu.


“Eh.. Mbak.. udah balik ya?” tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.


“Itu Sheri Ayu-ku khan? Buat apa hayo?” Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.


“Ke sini!” aku sedikit mensayatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku mendekapnya dan terdiam beberapa detik. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadheri apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik dheripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan birahinya.


“Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!” dia pun bangun dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.



Kejasusan ketiga inilah inti dheri kesemuaan ceritaku. Saat itu Dody telah naik kelas tiga dan aku sendiri telah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membikinku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut klimak atau tidak. Cuma setelahnya memang membikinku akung banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan ngocok juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.



Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi makin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja telah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membikinku melayang dan membikinkan membiarkannya melepaskan bajuku. Sering cumbuannya begitu mteriaksangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin telah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan kontol kemaluannya telah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sgilag menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya telah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangun dan mendorongnya perlahan-lahan, mendekapnya sambil berbisik.



“Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?”


Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membheringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan birahinya itu. Aku urut kontol kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dheri ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sheri Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai detik ini (jika ukurannya telah penetrasi atau belum).



Kejasusannya dengan Dody terjadi di suatu sore hheri. Hheri itu hheri cuti dan di kampus ada acara hiking pada hheri sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekasarin berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin balik. Pin-pin cuma mengantarku sampai depan rumah dan langsung balik. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sgilag tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak makin deras saja.



Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hheri berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, toketku makin keras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku menggunakan piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dheri jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.



Aku keluar dheri kamar mandi berpiyama dan memasukkan baju kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sedangkan itu hujan terdengar makin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sedangkan itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan ganas sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sgilag tertidur nyenyak terdengar dheri suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk kontol seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak tteriakkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu mulus.

BERSAMBUNG - - -

cerita panas dengan adiku 4

Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sgilag tertidur. TV sgilag menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemususan ada lagu dheri Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun cuma diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus tidur nyenyak.



Maksudku detik itu rebahan sebentar kemususan aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa detik itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat tukar piyama, atau setidaknya menggunakan sesuatu di baliknya. Sehingga aku tidak menyadheri detik aku tertidur, sesosok mata sgilag menyaksikanku dheri jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadheri kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku tteriakkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terkuak lebar cuma sekian meter saja dheri seorang anak muda yang sgilag dalam puncak-puncaknya mencheri pengetahuan tentang seks.



Sementara aku sendiri sgilag bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sgilag dituntun Pin-pin sgilag menuruni bukit. Tapi detik itu aku merasakan cuma kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin mendekapku dan aku merasakan dadanya yang luas dan kuat sgilag merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung itu.



Kemususan aku merasakan nikmatnya ketika jemheri-jemherinya mulai meremas-remas toketku, putingku dijepitnya dengan jheri tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa kontol kemaluannya itu telah terkuak sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemherinya mengelus-belai selangkanganku dan mengucek itilku dengan cepat. Aku merasakan nafsu yang makin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlherian di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui selangkanganku.



Gairahku makin naik seiring dengan masuknya kontol kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit toketku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik itilku. Tampaknya semua kontolnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukankah lebar-lebar sebelum dia menherik pinggulnya sehingga kontolnya tertherik keluar perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku mteriakkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.



Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terkuak lebar sehingga perut dan dadaku terkuak. Sepasang tangan mteriakkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terkuak. Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sedangkan paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membikinku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditherik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.



Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sgilag bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan kontol kemaluannya ke dalam saring kepuasanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terkuak sehingga membikin kedua tanganku berada di antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.



Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku detik itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat. Gesekan-gesekan kontol kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga bersamaan terasa, membikinku benar-benar di bawah kungkungan birahinya.



Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu detik Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali bergesekan-gesekkan kontol kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dheri kungkungan itu, tapi tubuhku telah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.



Beberapa detik kemususan Dody seperti menggelinjang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam saring kepuasanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangun sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk kontol kemaluannya yang sgilag menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.


“Dod.. jangan di dalam..!” Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar pejuh ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan kontol kemaluannya terlepas dheri dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan pejuhnya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.



Dengan lemah aku bangun dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlheri masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejasusan di sore hheri itu membikinku tak bisa berpikir sampai berhheri-hheri. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di detik aku mulai menganggapnya berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga detik itu mengapa memberikannya peluang, di detik aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak pejuhnya yang masuk ke dalam saring kepuasanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa gak pernah melakukan itu.



Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat memperolehkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemususan aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah kusarih di Bandung dan kami jarang-jarang sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami berdua.



--- TAMAT .

cerita panas dengan adiku 2

Aku memegang telinganya dan menherik keluar keduanya dheri dalam kamarku.


“Kamu bisa balik sendiri tho, Dik!” aku berkata setengah membentak pada rekan ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlheri masuk ke kamar Dody seperti telah biasa saja dan sebentar kemususan keluar dengan menggunakan baju sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia hentikan dan menunduk. Ceweknya itu (di kemususan hheri aku ketahui namanya ialah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dheri pintu depan dan berlheri di jalan depan rumah.



“Duduk!”


“Sudah berapa kali kamu melakukan itu?”


“Kamu udah begituan beneran?” dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membikinnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa detik kemususan tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.



Tiba-tiba yang terbayang olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membikinku bangun dheri dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan mendekapnya erat. Semakin dipeluk, makin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri mendekapku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara toketku. Kaki kanannya tteriakkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan kontol kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa kontolannya itu makin keras tepat segheris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua toketku.



Lama baru aku sadheri, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, agar dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya telah ada noda-noda itu. Dan cuma duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika telah menyala, ketika telah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.



Gambar pertama yang tampil sangat membikinku syok. Terlihat seorang bule sgilag memegang kontol kemaluannya. Dheri ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sgilag menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu ialah air pipis, dan seketika aku mual dan berlheri masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini tontonannya seorang pria bule sgilag memasuk-masukkan kontol kemaluannya ke saring kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya terlihat kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.


“Dody, ini VCD-mu!” aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.


Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.



Jadilah sore hheri itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pacuma atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sgilag naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.



Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody telah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dheri jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.



Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadheri adikku ini memang mengnafsukan. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus tteriak seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sgilag onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama rekan-rekan, detik balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, detik lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.



Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dheri balik rooster beton. Ketika tampak semua badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang makin tinggi. Dheri balik lubang roster beton aku melihat tontonan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.



Dia menggunakan kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membikinku terpaku ialah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertherik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sheri Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sgilagkan sebagai fokus ialah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sgilag memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut kontol kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dheri tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh baju, seperti makin keras dan menggelinjang. Aku gak pernah berimajinasi ada adegan seperti itu. Sebenarnya dheri membaca aku telah mempunyai pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.



Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sgilag melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku detik itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sgilag terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak makin cepat, kulit kontolnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertherik-therik seiring gerakan mengurutnya. Kepala kontolnya yang tampak seperti jamur mteriak tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemususan hheri baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).



Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar telah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan makin cepat.



Tak berapa lama kemususan gerakannya melambat beberapa detik dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengteriak atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyheris mendekatkan pusarnya ke ujung kontolnya. Gerakan tangan kanannya kemususan tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemususan aku menyaksikan dheri ujung kontolnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meliur tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak makin keras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak menggelinjang sehingga terlihat dheri samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sgilag meregang di sana. Itu cukup membikinku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.


BERSAMBUNG -----

cerita panas dengan adiku 1


Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sgilag kusarih di sebuah universitas negeri tersohor. Asalku sendiri sebenarnya dheri Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri tersohor di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, gak begitu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membikin hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja telah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sgilag aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk mengnafsukan (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi toketku tumbuh sempurna.

Sebenarnya aku cuma mempunyai satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody ialah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang detik itu masih berumur kurang dheri dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini ialah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membikin nyheris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.

Dody ialah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sgilag mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kusarih, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemususan Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan mempunyai NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.

Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar ialah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dheri Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dheri cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.

Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digheriskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin rupanya memang benar-benar cowok yang sempurna, dia cuma berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa rupanya baru aku tahu dikemususan hheri, rupanya tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemususan hheri ada adegan yang membikinku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah detik aku sgilag kusarih. Padahal dia baru kelas 2 SMA.

Kejasusannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku bteriakkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak menggunakan motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.
“Bteriakkat dulu ya!”
“Hmm”, wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sgilag siaran.
“Mbak, bawa oleh-oleh ya!”
“Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha”, sambil berlheri aku keluar rumah.
“Makan tuh kucing..”

Pin-pin telah siap dengan motornya dan segera kami bteriakkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku bteriakkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat rekanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, secara tidak sengaja tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin wajib segera balik. Akhirnya aku minta susanterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya bteriakkat sendiri.

Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukankah tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terkuak sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukankah dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.

Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sedangkan di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terkuak, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pacuma terkuak, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segheris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membesarik terkena himpitan pacuma. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak makin keras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.

Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa detik seakan tak percaya adik keakunganku bisa berlaku seperti itu. Aku detik itu pun tak tahu wajib bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.

“Kasarin ngapain di kamarku?” aku berkata nyheris membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dheri bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dheri dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.
“Belum.. ngapa-ngapain kok!”

BERSAMBUNG -----